JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sepertinya kurang setuju
usulan Lembaga Pemasyarakatan (lapas) Sukamiskin, Bandung dijadikan
penjara untuk koruptor. Koruptor itu lebih cocok dipenjara di
Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, penjara Nusakambangan merupakan tempat yang "sesuai" bagi para koruptor."Daripada
Sukamiskin, saya kira lebih maju pemikiran yang menyatakan agar penjara
bagi para koruptor selayaknya di Nusakambangan, atau Pulau Madagaskar
sekalian," ujarnya usai menghadiri diskusi di Gedung Kementerian Hukum
dan HAM (Kemenkumham), hari ini.
Alasan Johan lebih setuju
Nusakambangan, sebagai bentuk dual pembelajaran, yakni pemberian efek
jera bagi para koruptor agar tidak lagi mengulangi perbuatannya.
"Jadi
sebenarnya bukan soal tempatnya, tapi apakah timbul efek jera dari
situ. Nah itu yang harus dipikirkan. Jadi perlu dipikir lebih matang
lagi," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kementerian Hukum dan
HAM (Kemenkumham) dalam hal ini Direktorat Jendral Pemasyarakatan, akan
menetapkan Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung sebagai
lapas khusus terpidana kasus korupsi.
Lebih lanjut dikatakan,
narapidana korupsi sebaiknya tidak usah diberikan remisi. Hukuman tanpa
remisi itu bertujuan untuk memberikan efek jera.
"Pemberian
remisi saya kira tidak usah diberikan agar ada efek jera," ujar Juru
Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi lagi.
Menurut
Johan, sudah sepantasnya para koruptor di Indonesia mendapatkan
ganjaran atas perbuatannya. Namun, jika remisi diberikan pada
situasi-situasi tertentu KPK akan mendukung. "Semisal jika dia bisa jadi
justice Collaborator, ini kan harus diberikan reward, seperti remisi,"
tandasnya.
Seperti diketahui, Natal dan menjelang tahun baru,
sejumlah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) akan memberikan remisi kepada
para napi yang dinilai berprilaku baik. Remisi untuk napi kemudian
diusulkan ke Kemenkum HAM.
Penguatan prinsip antikorupsi saat ini
telah diperkokoh dengan adanya pengetatan remisi bagi narapidana (napi)
koruptor dan kejahatan serius lainnya. Pengetatan remisi itu tertuang
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 99/2012 tentang syarat dan tata cara
pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
"Sekarang sudah
tidak ada lagi remisi yang diobral untuk terpidana kasus korupsi dan
kejahatan besar lain," tegas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny
Indrayana, di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta, hari ini.
Menurut
Denny, berdasarkan pp tersebut, napi kasus korupsi akan diberikan
remisi apabila bersedia bekerja sama dengan penegak hukum membongkar
perkara tindak pidana yang dilakukannya. "Kesediaan untuk bekerja sama
ini, harus dinyatakan secara tertulis, dan ditetapkan oleh instansi
penegak hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," ungkapnya.
(cop/was)