JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menyidik kasus pengadaan barang
Korupsi pembangunan proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah
Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang Jawa Barat.
"Yang
disidik KPK sekarang adalah apakah penggunaan anggaran yang sudah
dipakai untuk pembangunan Hambalang ada pelanggaran atau tidak, meski
sebelumnya memang ada proses penganggaran tapi apakah dalam penganggaran
itu ada korupsi harus dicari apakah ada dua alat bukti," kata Juru
Bicara KPK, Johan Budi, di Jakarta, Jumat, (21/12).
Pernyataan
Jubir KPK itu disampaikan menanggapi juru bicara keluarga Mallarangeng,
Rizal Mallarangeng yang mengatakan bahwa pihak yang paling bertanggung
jawab dalam kasus tersebut adalah Menteri Keuangan Agus Martowardoyo dan
Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati yang saat itu menjabat sebagai
Dirjen Anggaran.
Keduanya dianggap menimbulkan kasus Hambalang
lantaran mencairkan dana sebesar Rp1,2 triliun, meski tanpa tanda tangan
Menpora Andi Mallarangeng dan Menteri PU Djoko Kirmanto yang terkait
langsung proyek Hambalang.
"Tidak bisa ada anggapan Pengguna
Anggaran (PA) itu tidak tanda tangan jadi tersangka, tapi sejauh mana
tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan PA menyalahgunakan
kewenangan dalam pembangunan 'sport center' Hambalang karena ada pasal
55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Johan.
PA dalam kasus tersebut
adalah Andi Mallarangeng selaku Menpora dan PPK adalah Deddy Kusdinar
yang saat itu menjabat sebagai Kabiro Perencanaan Kemenpora, keduanya
telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dengan dikenai pasal 2 ayat
1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55
ayat ke (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun.
"Yang sekarang naik ke penyidikan adalah pengadaan 'sport center'
Hambalang, apakah di sana terjadi 'mark up' atau ketidaksamaan mengenai
spek bangunan, dan ini belum berhenti pada dua tersangka," kata Johan.
Namun di sisi lain menurut Johan, KPK juga melakukan penyelidikan mengenai aliran dana dalam proyek Hambalang.
"Apakah ada aliran dana yang diterima oleh penyelenggara negara atau
ada aliran dana yang tidak sah dalam penggunaan anggaran senilai Rp1,2
triliun dengan skema proyek tahun jamak, jadi kembali bukan hanya soal
yang tanda tangan tapi apakah ada pasal-pasal tindak pidana korupsi yang
dilanggar," kata Johan.
Pada 2009, anggaran pembangunan proyek
diusulkan menjadi sebesar Rp1,25 triliun sedangkan pada 2010 kembali
diminta penambahan kebutuhan anggaran menjadi Rp1,175 triliun melalui
surat kontrak tahun jamak dari Kemenkeu.
Dari kebutuhan
anggaran sebesar Rp 1,175 triliun, hanya Rp 275 miliar yang mendapat
pengesahan. Jumlah itu berasal dari APBN 2010 sebesar Rp 125 miliar dan
tambahan Rp 150 miliar melalui APBN-Perubahan 2010.
Anggaran tersebut bahkan bertambah menjadi Rp2,5 triliun karena ada pengadaan barang dan jasa.
(cop tv1)