SEMARANG – Peristiwa terbakarnya Pasar Projo Ambarawa, Kabupaten
Semarang beberapa bulan yang lalu masih menyisakan setumpuk permasalahan
yang belum selesai ditangani. Pedagang kain yang biasa berjualan di
Pasar ini kian terombang-ambing, dan merasa ditipu pemerintah karena
tidak jelasnya lahan pasar darurat yang dijanjikan pemerintah. Sebanyak
1.668 orang sudah tidak lagi memiliki tempat untuk berjualan setelah
kios sementara di Jalan Jendral Sudirman dibongkar
Pada awalnya, para pedagang diberikan tempat berjualan di depan eks Pasar Projo, di Jalan Jendral Sudirman Ambarawa. Namun, kios mereka yang dibangun di jalan raya sangat mengganggu lalu lintas. Sehingga, terhitung sejak Selasa (18/12) malam seluruh kios sementara mereka dibongkar. Sebagai gantinya, pemerintah menjanjikan lahan baru di lahan eks Corps Polisi Militer (CPM) Ambarawa. Namun, lahan itu juga belum dapat mereka tempati, karena surat izin penggunaan belum ditandatangani oleh Panglima Kodam IV/Diponegoro. Pihak Kodam IV/Diponegoro berdalih, penerbitan surat izin harus melewati serangkaian proses.
Langkah alternatif para pedagang adalah berjualan di Jalan Baru. Mereka menempati kios darurat tahap II yang dibangun oleh pemerintah Kabupaten Semarang. Hanya saja, mereka kurang nyaman berjualan di sana, pasalnya selain sepi pembeli, di sana juga rawan bencana.
Ketua Paguyuban Asah Asih Asuh Rahayu (A3R), Nasirin, ketika dihubungi beberapa hari yang lalu mengungkapkan kekecewaannya. “Entah sampai kapan lagi izinnya keluar, padahal sudah seminggu kami tidak berjualan karena kios kami dibongkar. Akhirnya kami gunakan Jalan Baru, padahal lokasinya tidak strategis dan rawan bencana,” ungkap Nasirin.
Akhirnya Komisi B DPRD Kabupaten Semarang menggelar rapat dengan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang pada Selasa (24/12). Rapat ini mengagendakan pembahasan pembangunan kios darurat untuk pedagang kain eks Pasar Projo. Namun, rapat itu justru diwarnai aksi protes pedagang. Pasalnya, pemerintah dan DPRD justru menyepakati pembangunan kios darurat di Lapangan Tambakboyo. Keputusan itu dinilai telah mengombang - ambingkan dan merugikan para pedagang. Keputusan pemerintah tidak memaskan pedagang, karena mereka telah membangun kios secara swadaya di belakang Pasar Projo. Bahkan pembangunannya mencapai 60%
Nasirin menyebut, pemerintah telah menipu pedagang. Pemerintah pernah menjanjikan akan merelokasi para pedagang ke lahan eks CPM Ambarawa. Namun, lahan itu belum juga bisa ditempati. Bahkan, beberapa pedagang pernah nekat berjualan di area eks CPM, tetapi akhirnya diusir karena pemerintah belum mendapat izin resmi dari Pangdam tentang penggunaan lahan itu.
Para pedagang pun akhirnya sempat menganggur lantaran tidak memiliki lokasi berjualan. “Kita akhirnya nganggur, mau jualan di mana? Kalau dihitung kita rugi ratusan ribu sampai jutaan per hari, itu jika dihitung omzetnya 50-500 ribu per hari” ujar Nasirin. Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang, Yusuf Ismail, mengatakan bahwa berdasarkan kajian lapangan dan teknis, Lapangan Tambak Boyo paling cocok digunakan sebagai pasar darurat. Pihaknya juga tidak mungkin menggunakan lahan eks CPM, karena pemerintah harus membayar biaya sewa lahan itu. “Untuk menempati lahan eks CPM harus sewa, padahal ketentuan penggunaan anggaran tidak ada anggaran sewa,” ujar Yusuf.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Semarang, Achin Ma’ruf mengajak pedagang untuk bisa memahami keputusan ini. “ Saya harap pedagang bisa memahami keputusan ini, sehingga keputusan ini bisa segera dilaksanakan, agar pasar bisa segera dibuat, sehingga bisa segera berjualan,” katanya. (Andi Pujiono)
Pada awalnya, para pedagang diberikan tempat berjualan di depan eks Pasar Projo, di Jalan Jendral Sudirman Ambarawa. Namun, kios mereka yang dibangun di jalan raya sangat mengganggu lalu lintas. Sehingga, terhitung sejak Selasa (18/12) malam seluruh kios sementara mereka dibongkar. Sebagai gantinya, pemerintah menjanjikan lahan baru di lahan eks Corps Polisi Militer (CPM) Ambarawa. Namun, lahan itu juga belum dapat mereka tempati, karena surat izin penggunaan belum ditandatangani oleh Panglima Kodam IV/Diponegoro. Pihak Kodam IV/Diponegoro berdalih, penerbitan surat izin harus melewati serangkaian proses.
Langkah alternatif para pedagang adalah berjualan di Jalan Baru. Mereka menempati kios darurat tahap II yang dibangun oleh pemerintah Kabupaten Semarang. Hanya saja, mereka kurang nyaman berjualan di sana, pasalnya selain sepi pembeli, di sana juga rawan bencana.
Ketua Paguyuban Asah Asih Asuh Rahayu (A3R), Nasirin, ketika dihubungi beberapa hari yang lalu mengungkapkan kekecewaannya. “Entah sampai kapan lagi izinnya keluar, padahal sudah seminggu kami tidak berjualan karena kios kami dibongkar. Akhirnya kami gunakan Jalan Baru, padahal lokasinya tidak strategis dan rawan bencana,” ungkap Nasirin.
Akhirnya Komisi B DPRD Kabupaten Semarang menggelar rapat dengan Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang pada Selasa (24/12). Rapat ini mengagendakan pembahasan pembangunan kios darurat untuk pedagang kain eks Pasar Projo. Namun, rapat itu justru diwarnai aksi protes pedagang. Pasalnya, pemerintah dan DPRD justru menyepakati pembangunan kios darurat di Lapangan Tambakboyo. Keputusan itu dinilai telah mengombang - ambingkan dan merugikan para pedagang. Keputusan pemerintah tidak memaskan pedagang, karena mereka telah membangun kios secara swadaya di belakang Pasar Projo. Bahkan pembangunannya mencapai 60%
Nasirin menyebut, pemerintah telah menipu pedagang. Pemerintah pernah menjanjikan akan merelokasi para pedagang ke lahan eks CPM Ambarawa. Namun, lahan itu belum juga bisa ditempati. Bahkan, beberapa pedagang pernah nekat berjualan di area eks CPM, tetapi akhirnya diusir karena pemerintah belum mendapat izin resmi dari Pangdam tentang penggunaan lahan itu.
Para pedagang pun akhirnya sempat menganggur lantaran tidak memiliki lokasi berjualan. “Kita akhirnya nganggur, mau jualan di mana? Kalau dihitung kita rugi ratusan ribu sampai jutaan per hari, itu jika dihitung omzetnya 50-500 ribu per hari” ujar Nasirin. Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang, Yusuf Ismail, mengatakan bahwa berdasarkan kajian lapangan dan teknis, Lapangan Tambak Boyo paling cocok digunakan sebagai pasar darurat. Pihaknya juga tidak mungkin menggunakan lahan eks CPM, karena pemerintah harus membayar biaya sewa lahan itu. “Untuk menempati lahan eks CPM harus sewa, padahal ketentuan penggunaan anggaran tidak ada anggaran sewa,” ujar Yusuf.
Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Semarang, Achin Ma’ruf mengajak pedagang untuk bisa memahami keputusan ini. “ Saya harap pedagang bisa memahami keputusan ini, sehingga keputusan ini bisa segera dilaksanakan, agar pasar bisa segera dibuat, sehingga bisa segera berjualan,” katanya. (Andi Pujiono)