MAGELANG - Wakil Walikota Magelang, Joko Prasetyo didesak mundur oleh
elemen masyarakat. Hal itu menyusul perbuatannya melakukan kekerasan
dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya, Siti Rubaidah. Namun,
beberapa pihak menyesalkan sikap DPRD Kota Magelang yang masih belum
mengambil sikap terhadap kasus yang menimpa orang nomor dua di Kota
Magelang itu.
DPRD Kota Magelang mengaku masih menunggu berjalannya proses hukum sebelum mengambil tindakan terhadap kasus ini. “Saya masih menunggu proses hukum. Saya memantaunya, tetapi tetap menunggu proses hukum yang berjalan,” ungkap ketua DPRD Kota Magelang, Hasan Suryoyudho.
Siti Rubaidah, istri Joko yang biasa disapa Ida, mengaku akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaiakan kasus ini. “Barangkali ini salah, saya minta maaf. Tapi saya hanya ingin hak atas anak saya terpenuhi, karena sudah satu bulan ini saya tidak bisa bertemu dengan anak saya,” kata Ida.
Keinginan Ida untuk menempuh jalur hukum didukung oleh Jaringan Rakyat Anti Pejabat Publik Pelaku KDRT (JRAP3K). Kelompok masyarakat ini merupakan gabungan elemen organisasi di Jawa Tengah. JRAP3K terdiri atas FORCITA Magelang, Fatayat NU, GMNI, Kaukus Perempuan Politk Indonesia (KPPI), Departemen Wanita DPC PDIP Magelang, Elemen Mahasiswa Magelang, YLSKAR, Jurnal perempuan, Jejer Wadon Solo, LBH APIK Semarang, LRC-KJHAM Semarang, PBHI Jawa Tengah, dan Asosiasi LBH APIK Indonesia..
Dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jaringan Rakyat Anti Pejabat Publik Pelaku KDRT (JRAP3K) menyatakan dukungan terhadap Siti Rubaidah (Istri sah Wakil Walikota Magelang) yang saat ini menjadi korban KDRT dari suaminya. Dalam keterangan per situ disebutkan bahwa sejak menikah dengan Joko Prasetyo, Ida kerap menerima kekerasan fisik psikis, maupun seksual.
Kekerasan fisik berupa penamparan, pemukulan, tendangan, perusakan property milik korban berupa handphone oleh suaminya. Sementara kekerasan psikis berupa perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya secara berulang-ulang sejak tahun 2000 hingga sekarang, dengan beberapa wanita yang berbeda. Bahkan saat ini suaminya hidup bersama dengan seorang perempuan yang diakuinya sebagai istri hasil nikah siri dan hidup bersama di rumah dinas. Selain itu, Ida juga dipisahkan secara paksa dengan kedua anaknya. Dan kekerasan seksual yaitu setiap kali suami mengajak berhubungan seksual sering kali diawali dengan melihat materi-materi porno.
“Hal itu sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik. Untuk itu, kami minta dewan untuk segera bersikap. Dan kepada Joko Prasetyo, kami meminta dengan legowo untuk mundur dari jabatan Wakil Walikota Magelang,” kata Rahayu Kandiati, salah seorang anggota JRAP3K.
Koordinator penasihat hukum Ida dari PBHI Jawa Tengah, Denny Septiviant, meminta pihak kepolisian segera mengambil tindakan terhadap kasus yang merugikan perempuan ini. Menurut Denny, Joko telah melanggar UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlidungan Anak, UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah junto PP No. 6 tahun 2005, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan KUHP.
Terhadap kasus ini, Polres Magelang Kota mengaku tengah mengumpulkan kelengkapan pemberkasan dan administrasi penyidikan. Hal itu disampaikan oleh Kapolres Magelang Kota, Joko Pitoyo. Joko menambahkan, jika pemberkasan telah selesai, berkas akan segera dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan proses selanjutnya. (Andi)
DPRD Kota Magelang mengaku masih menunggu berjalannya proses hukum sebelum mengambil tindakan terhadap kasus ini. “Saya masih menunggu proses hukum. Saya memantaunya, tetapi tetap menunggu proses hukum yang berjalan,” ungkap ketua DPRD Kota Magelang, Hasan Suryoyudho.
Siti Rubaidah, istri Joko yang biasa disapa Ida, mengaku akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaiakan kasus ini. “Barangkali ini salah, saya minta maaf. Tapi saya hanya ingin hak atas anak saya terpenuhi, karena sudah satu bulan ini saya tidak bisa bertemu dengan anak saya,” kata Ida.
Keinginan Ida untuk menempuh jalur hukum didukung oleh Jaringan Rakyat Anti Pejabat Publik Pelaku KDRT (JRAP3K). Kelompok masyarakat ini merupakan gabungan elemen organisasi di Jawa Tengah. JRAP3K terdiri atas FORCITA Magelang, Fatayat NU, GMNI, Kaukus Perempuan Politk Indonesia (KPPI), Departemen Wanita DPC PDIP Magelang, Elemen Mahasiswa Magelang, YLSKAR, Jurnal perempuan, Jejer Wadon Solo, LBH APIK Semarang, LRC-KJHAM Semarang, PBHI Jawa Tengah, dan Asosiasi LBH APIK Indonesia..
Dalam keterangan pers yang diterima wartawan, Jaringan Rakyat Anti Pejabat Publik Pelaku KDRT (JRAP3K) menyatakan dukungan terhadap Siti Rubaidah (Istri sah Wakil Walikota Magelang) yang saat ini menjadi korban KDRT dari suaminya. Dalam keterangan per situ disebutkan bahwa sejak menikah dengan Joko Prasetyo, Ida kerap menerima kekerasan fisik psikis, maupun seksual.
Kekerasan fisik berupa penamparan, pemukulan, tendangan, perusakan property milik korban berupa handphone oleh suaminya. Sementara kekerasan psikis berupa perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya secara berulang-ulang sejak tahun 2000 hingga sekarang, dengan beberapa wanita yang berbeda. Bahkan saat ini suaminya hidup bersama dengan seorang perempuan yang diakuinya sebagai istri hasil nikah siri dan hidup bersama di rumah dinas. Selain itu, Ida juga dipisahkan secara paksa dengan kedua anaknya. Dan kekerasan seksual yaitu setiap kali suami mengajak berhubungan seksual sering kali diawali dengan melihat materi-materi porno.
“Hal itu sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik. Untuk itu, kami minta dewan untuk segera bersikap. Dan kepada Joko Prasetyo, kami meminta dengan legowo untuk mundur dari jabatan Wakil Walikota Magelang,” kata Rahayu Kandiati, salah seorang anggota JRAP3K.
Koordinator penasihat hukum Ida dari PBHI Jawa Tengah, Denny Septiviant, meminta pihak kepolisian segera mengambil tindakan terhadap kasus yang merugikan perempuan ini. Menurut Denny, Joko telah melanggar UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlidungan Anak, UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah junto PP No. 6 tahun 2005, UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, dan KUHP.
Terhadap kasus ini, Polres Magelang Kota mengaku tengah mengumpulkan kelengkapan pemberkasan dan administrasi penyidikan. Hal itu disampaikan oleh Kapolres Magelang Kota, Joko Pitoyo. Joko menambahkan, jika pemberkasan telah selesai, berkas akan segera dilimpahkan ke kejaksaan untuk dilakukan proses selanjutnya. (Andi)